Hasil Ringkasan Materi PKKMB UNUSA hari pertama

 




HASIL RESUME PKKMB UNIVERSITAS NAHDHATUL ULAMA SURABAYAUNIVERSITAS NAHDHATUL ULAMA SURABAYA HARI PERTAMA 



Korupsi merupakan kegiatan penyelewengan dana yanng telah diamanahkan oleh salah satu pihak dengan tujuan untuk meraih keuntungan pribadi.Korupsi adalah semua yang memiliki keterkaitan terhadap tindakan yang diancam dengan sanksi sebagaimana diatur didalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang pengubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,seperti yang kita tahu bahwasannya korupsi sangat merugikan bangsa dan negara,tetapi mengapa banyak orang yang masih melakukan tindak kriminal ini,terlebih lagi yang melakukannya adalah dari golongan pejabat serta aparatur negara,yang dimana kita tahu mereka mapan dalam segi ekonomi.

terdapat banyak alasan mengapa seseorang melakukan tindak kriminal korupsi

Psikolog dari Universitas Indonesia Sarlito W. Sarwono mengatakan, ada dua dorongan tindak korupsi.
Menurut Sarlito, dorongan pertama berasal dari dalam diri dan dorongan kedua berasal dari luar diri. Dorongan dari luar juga mencakup teman, kesempatan, kurang kontrol, dan lain.


A Faktor internal penyebab korupsi 
1. Sifat selalu merasa kurang
Tindak pidana korupsi dapat terjadi karena adanya wewenang. Wewenang umumnya disertai dengan hak pemegang wewenang. Namun bila seseorang memiliki sifat selalu merasa kurang, maka dapat muncul rasa rakus atau serakah, seperti dikutip dari Suara Generasi tentang Budaya Antikorupsi oleh Umi Fitriani, dkk.

Rasa ingin lebih inilah yang dituruti pelaku korupsi sehingga menuntaskannya dengan cara korupsi, merugikan hak banyak pihak demi kepentingan pribadi. Sifat selalu merasa kurang merupakan faktor internal penyebab korupsi.

2. Moral lemah
Seseorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan dan tekanan ini dapat muncul dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberikan celah korupsi, seperti dikutip dari Etika Administrasi Publik oleh Rudiyansyah, S.Sos, M.AP. dan Dahlan, S.Pd., M.Pd., M.Si.


3, Gaya hidup konsumtif
Kehidupan di kota besar kerap mendorong gaya hidup seseorang berperilaku konsumtif. Perilaku konsumtif berisiko membuka celah korupsi demi memenuhi kebutuhan hidup jika tidak diimbangi dengan pendapatan memadai.

4. Malas atau tidak mau bekerja
Sejumlah orang ingin mendapat hasil dari suatu pekerjaan tanpa berusaha. Sifat malas ini berisiko memicu seseorang melakukan cara yang mudah dan cepat demi mencapai tujuan. Salah satu cara tersebut adalah korupsi.

5. Dorongan keluarga

Karena memiliki jabatan yang tinggi, ada beberapa orang yang menyelewengkan jabatannya untuk korupsi. Bahkan pelaku tindak pidana korupsi mendapatkan dorongan dari keluarganya untuk melakukan perbuatan tersebut. Hal ini tentu saja didasari dengan alasan memenuhi kebutuhan keluarga.

Faktor Eksternal Penyebab Tindak Kriminal Korupsi

1. Aspek Pemahaman Masyarakat

Adanya aspek pemahaman masyarakat yang kurang terhadap korupsi, bisa menjadi penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dasari karena masyarakat tidak sadar kalau terlibat dalam korupsi, atau menjadi korban utama dalam tindak pidana korupsi. Masyarakat juga kurang paham, jika korupsi dapat dicegah dan diberantas.

2. Aspek Politis

Aspek politis dapat menyebabkan terjadinya korupsi. Tindakan ini dilakukan karena memiliki jabatan atau kekuasaan yang tinggi di pemerintahan. Demi mempertahankan jabatan dan memenangkan urusan politik, maka banyak orang melakukan tindakan korupsi.

3. Aspek Organisasi 

Penyebab terjadinya korupsi yang terakhir, yaitu karena aanya aspek organisasi. Biasanya hal ini akan didukung karena organisasi tersebut tidak memiliki aturan yang kuat. Organisasi juga tidak memiliki pemimpin yang dapat diteladani. Parahnya, organisasi tidak memiliki lembaga pengawasan dan sistem pengendalian manajemen yang lemah.

Selain korupsi masih banyak lagi tindak kriminal yang berkaitan dengan uang dan kepercayaan seperti;

1. Suap

Suap-menyuap yaitu suatu tindakan pemberian uang atau menerima uang atau hadiah yang dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.

2. gratifikasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gratifikasi adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Pengertian serupa juga ditulis dalam situs resmi KPK.

Dalam laman tersebut dijelaskan, yang dimaksud dengan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Pengertian tercantum dalam menurut UU Nomor 20/2021 penjelasan pasal 12b ayat 1

3. Penggelapan dan penyalah gunaan kekuasaan

Seorang pejabat pemerintah yang dengan kekuasaannya melakukan penggelapan laporan keuangan, menghilangkan barang bukti dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan negar

4. Benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa

Kegiatan yang bertujuan menghadirkan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu instansi atau perusahaan melalui tender. Instansi yang bertindak sebagai penyeleksi sekaligus sebagai peserta dikatagorikan korupsi.

  1. Pemerasan

Ada permintaan sepihak dari pejabat pemerintah/PNS biasanya bersifat memaksa atau ada target jumlah tertentu dan dilakukan dengan menyalah gunakan kewenangan atau kekuasaannya. Contohnya, pejabat memaksa calon peserta tender untuk memberikan sejumlah uang dengan mengancam akan menggugurkan calon peserta dari peserta tender bila tidak dipenuhi.

  1. Perbuatan curang

Kecurangan yang dilakukan oleh pemborong, pengawas proyek, rekanan/supplier dalam pengadaan, laporan pekerjaan proyek fiktif atau pemberian barang yang mengakibatkan kerugian terhadap keuangan negara.

  1. Merugikan negara

Perbuatan merugikan negara dibagi 2 bagian  :

  1. Mencari keuntungan dengan melawan hukum
  2. Menyalah gunakan jabatan untuk mencari keuntungan dan merugikan negara

7 (tujuh) jenis Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) diatas merupakan pengelompokan dari 30 jenis perbuatan korupsi yang dirumuskan dari 13 pasal dalam UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun  2002.

Perbedaan Suap,Gratifikasi dan Pemerasan

Suap terjadi jika pengguna jasa secara aktif menawarkan imbalan kepada petugas layanan dengan maksud agar urusannya lebih cepat, walau melanggar prosedur. Sebaliknya, pemerasan terjadi jika petugas layanan yang secara aktif menawarkan jasa atau meminta imbalan kepada pengguna jasa untuk mempercepat layanannya, walau melanggar prosedur. Uang pelicin bisa menjadi gabungan dari suap dan pemerasan.

Suap dan pemerasan akan terjadi jika terjadi transaksi atau deal antara kedua belah pihak. Berbeda dengan gratifikasi, yang tidak ada kesepakatan di antara keduanya.

Gratifikasi terjadi jika pihak pengguna layanan memberi sesuatu kepada pemberi layanan tanpa adanya penawaran atau transaksi apapun. Pemberian ini terkesan tanpa maksud apa-apa. Namun di balik itu, gratifikasi diberikan untuk menggugah hati petugas layanan, agar di kemudian hari tujuan pengguna jasa dapat dimudahkan. Istilahnya "tanam budi", yang suatu saat bisa ditagih.

Gratifikasi menurut Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor yaitu Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 

Penyuapan dan pemerasan memiliki unsur janji atau bertujuan menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut. Sedangkan gratifikasi adalah pemberian yang tidak memiliki unsur janji, tetapi gratifikasi juga dapat disebut suap jika pihak yang bersangkutan memiliki hubungan dengan jabatan yang berlawanan dengan kewajiban dan hak yang bersangkutan. 

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 12b ayat (1), setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi (pembuktian terbalik); yang nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan suap dilakukan oleh penuntut umum.

Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengatur tentang pengendalian gratifikasi melalui Permen KP No.44/PERMEN-KP/2017 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan untuk mempermudah dalam pengendaliannya, Menteri Kelautan dan Perikanan membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) melalui Kepmen KP No. 38/KEPMEN-KP/2017 tentang Unit Pengendalian Gratifikasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Di dalam peraturan tersebut diwajibkan pula kepada unit Eselon I dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk membentuk UPG di lingkungan kerjanya.

Hukuman Pidana

UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memuat hukuman pidana untuk keempat tindakan korupsi tersebut. Suap, Uang Pelicin, dan Pemerasan terkait jabatan diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dengan pidana maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal Rp250.000.000. 

Sementara gratifikasi memiliki hukuman lebih berat. Dalam Pasal 12, hukuman bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Namun dalam kasus gratifikasi, penerima tidak akan terkena hukuman jika dia melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK.

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 12b ayat (1), setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi (pembuktian terbalik); yang nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan suap dilakukan oleh penuntut umum.

Pencegahan terhadap Tindak Pidana Korupsi

Dalam proses pencegahan korupsi KPK telah menyusun sebuah Panduan Pencegahan Korupsi. Panduan ini berisi langkah-langkah umum yang harus dilakukan oleh korporasi dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, langkah-langkah ini dirancang sangat sedehana dan praktis sehingga mudah diadopsi dan diimplementasikan sesuai kebutuhan korporasi.

Korupsi adalah sebuah kecurangan yang dapat merugikan korporasi dan panduan ini ditujukan kepada korporasi sebagaimana pengertian korporasi diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 13 tahun 2016 atau biasa disebut Perma 13/2016.

Menurut Perma 13/2016 Korporasi adalah  

  • Kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisir baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
  • Korporasi induk adalah perusahaan berbadan hukum yang memiliki dua atau lebih anak perusahaan yang disebut perusahaan subsidiari yang juga memiliki status badan hukum sendiri.
  • Perusahaan Subsidiari adalah anak perusahaan berbadan hukum yang dimiliki dan dikontrol oleh Korporasi induk
  • Pihak lain adalah orang diluar korporasi yang mendapat kuasa khusus dari korporasi untuk melakukan perbuatan tertentu
  • Hubungan lain adalah hubungan antara korporasi dengan korporasi lain yang menjadikan Pihak lain bertindak untuk kepentingan pihak pertama berdasarkan perikatan (tertulis maupun tidak tertulis).

Sistimatika Panduan Pencegahan Korupsi menggunakan pendekatan PDCA (Plan, Do, Check, Action) sehingga panduan ini bersifat interaktif dan berkesinambungan, namun demikian panduan ini bisa berjalan efektif manakala ada komitmen pimpinan itulah sebabnya Commitment diletakkan sebagai pondasi dalam menjalankan upaya pencegahan. Ditahap akhir perlu adanya Response yaitu pilihan solusi bila terjadi persaingan bisnis yang tidak kompetitif yang dihadapi oleh korporasi yang menjalankan Panduan Pencegahan Korupsi, pada tahap ini melalui aksi kolektif dan lapor dimana hal ini akan mendukung  penegakan hukum sehingga dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif.

  • Komitmen (Commitment)

Komitmen pimpinan merupakan hal yang mendasar untuk menentukan arah mencapai keberhasilan pelaksanaan Pencegahan Korupsi dan hal ini tercermin dari Strategi Korporasi.

  • Perencanaan (Plan)

Rencana diperlukan agar pencegahan korupsi berjalan efektif dan menyeluruh, untuk membuat perencanaan ini korporasi harus  :

  1. Memahami peraturan perundangan yang mengatur pidana korupsi
  2. Identifikasi resiko korupsi yang berdampak bagi korporasi
  3. Dengan identifikasi dapat memetakan resiko korupsi sehingga korporasi bisa membuat peraturan untuk mencegah korupsi tsb.
  • Pelaksanaan (Do)

Korporasi menjalankan aktifitas untuk mencegah korupsi sesuai yang direncanakan. Aktifitas tsb antara lain  :

  1. Membuat klausul anti korupsi
  2. Uji tuntas (Due diligent)
  3. Pengaturan praktek pemberian/penerimaan fasilitas, hadiah, sponsor dan gratifikasi.
  4. Pengaturan kontribusi dan donasi politik
  5. Penyediaan layanan pengaduan
  6. Pengaturan konflik kepentingan
  7. Pengendalian transaksi keuangan
  8. Komunikasi
  9. Pelatihan berkelanjutan
  • Evaluasi (Check)

Korporasi akan mengecheck kembali tahapan yang telah dilakukan dari perencanaan hingga pelaksanaan, evaluasi ini untuk memastikan bahwa upaya yang dilakukan sudah sesuai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

  • Perbaikan (Action)

Tahap korektif jika tahapan sebelumnya dilakukan dengan baik maka perencanaan – pelaksanaan – evaluasi dapat diulang tetapi bila ada yang menyimpang bisa dilakukan perbaikan hingga diharapkan tercapai konsistensi dan kesinambungan dalam pencegahan korupsi

  • Respon (Response)

Tahapan aksi kolektif dan lapor dan diharapkan dapat mendukung penegakan hukum sehingga menciptakan iklim usaha yang kondusif.

Korporasi dapat langsung menerapkan elemen-elemen yang tertuang dalam panduan sesuai ukuran dan kapasitas korporasi. Panduan ini harus diimplementasikan bukan hanya menjadi kebijakan normatif mengingat bahwa meskipun semua elemen panduan sudah ditrapkan tidak menjamin korporasi bisa bebas dari jerat hukum jika memang terbukti bersalah.

https://unusa.ac.id/

FAKTOR-FAKTOR DAN AKIBAT DARI BULLY DAN PERUNDUNGAN

Bullying adalah perbuatan enggak baik yang dilakukan oleh seseorang atau lebih kepada orang lainnya.Perbuatan yang dimaksud bisa berupa hal-hal yang menyakiti secara fisik, seperti memukul, mendorong, dan lain-lain.Bisa juga menyakiti secara verbal, misalnya mengejek penampilan, menghina kemampuan, dan masih banyak lagi.Tidakan menjauhi dan mengucilkan seseorang juga termasuk tindakan bullying.

Bullying enggak cuma terjadi pada orang-orang yang saling kenal atau sering bertemu secara langsung, lo.Di zaman yang sudah maju ini, bullying bisa dilakukan lewat telepon, mengirim pesan melalui SMS atau email, dan meninggalkan komentar buruk di media sosial Istilah bullying melalui gadget (gawai) biasa dikenal dengan istilah cyberbullying.

Faktor Penyebab Bullying

1. Masalah pribadi

Salah satu pemicu seseorang melakukan bullying adalah punya masalah pribadi yang membuatnya enggak berdaya di hidupnya sendiri.

Contohnya saja anak yang berasal dari keluarga disfungsional.

Enggak semua anak dari keluarga disfungsional akan jadi pelaku bullying, tapi hal ini sering terjadi.

Sebagian besar pelaku adalah anak yang merasa kurang kasih sayang dan keterbukaan dalam keluarganya, kemungkinan juga sering melihat orang tuanya bersikap agresif terhadap orang-orang di sekitarnya.

2. Pernah jadi korban bullying

Beberapa kasus menunjukkan kalau pelaku sebenarnya juga merupakan korban.

Contohnya seperti anak yang merasa di-bully oleh saudaranya di rumah, lalau ia membalas dengan cara mem-bully temannya di sekolah yang ia anggap lebih lemah.

Contoh lainnya adalah orang yang tertekan akibat bullying di kehidupan nyata dan menggunakan dunia maya untuk menunjukkan kalau dirinya juga punya kekuatan dengan cara menyerang orang lain.

3. Rasa iri

Penyebab bullying selanjutnya adalah karena rasa iri pelaku pada korban.

Rasa iri ini bisa muncul akibat korban punya hal yang sebenarnya sama istimewanya dengan sang pelaku.

Selain itu, seseorang juga mungkin melakukan bully untuk menutupi jati dirinya sendiri.

4. Kurangnya rasa empati

Penyebab selanjutnya adalah karena kurangnya rasa empati.

Saat melihat korban, pelaku bullying enggak merasa empati pada apa yang dirasakan korban, sebagian mungkin justru merasa senang saat melihat orang lain takut.

Semakin mendapatkan reaksi yang diinginkan, semakin pelaku bullying senang melakukan aksinya.

5. Mencari perhatian

Kadang pelaku bullying enggak sadar kalau apa yang dilakukannya termasuk ke dalam penindasan, karena sebenarnya apa yang dilakukannya adalah mencari perhatian.

Jenis yang satu ini paling mudah untuk diatasi. Caranya adalah dengan memberikannya perhatian yang positif sebelum pelaku mencari perhatian dengan cara yang negatif.

Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud Ristek serius dalam pencegahan bulliying di dunia pendidikan karena membawa dampak serius bagi para korbannya. Dampak serius yang dirasakan korban bullying seperti: 1. Kesakitan fisik dan psikologis. 

             2. Kepercayaan diri (self-esteem) yang merosot. 

             3. Malu, trauma, merasa sendiri, serba salah. 

             4. Takut ke sekolah. 

             5. Korban mengasingkan diri dari sekolah. 

             6. Menderita ketakutan sosial. 

             7. Timbul keinginan untuk bunuh diri dan mengalami gangguan jiwa. 

Untuk mencegah bullying di lingkungan sekolah, siswa bisa melakukan cara ini: 

1,Mengembangkan budaya relasi atau pertemanan yang positif. 

2,Ikut serta membuat dan menegakkan aturan sekolah terkait pencegahan bullying. 

3,Ikut membantu teman yang menjadi korban. Memahami dan menerima perbedaan tiap individu di lingkungan sebaya. 

4,Saling mendukung satu sama lain. 

4,Merangkul teman yang menjadi korban bullying.

GENERASI INTELEKTUAL DAN PROFESIONAL TANPA NARKOBA

Narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis, maupun semi sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang.Sementara menurut UU Narkotika pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa narkotika merupakan zat buatan atau pun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran, serta menyebabkan kecanduan.Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kecanduan jika pemakaiannya berlebihan. Pemanfaatan dari zat-zat itu adalah sebagai obat penghilang nyeri serta memberikan ketenangan. Penyalahgunaannya bisa terkena sanksi hukum. 

Kandungan yang terdapat pada narkoba tersebut memang bisa memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan jika disalahgunakan. Menurut UU tentang Narkotika, jenisnya dibagi menjadi menjadi 3 golongan berdasarkan pada risiko ketergantungan.

Narkotika Golongan 1

Narkotika golongan 1 seperti ganja, opium, dan tanaman koka sangat berbahaya jika dikonsumsi karena beresiko tinggi menimbulkan efek kecanduan.

Narkotika Golongan 2

Sementara narkotika golongan 2 bisa dimanfaatkan untuk pengobatan asalkan sesuai dengan resep dokter. Jenis dari golongan ini kurang lebih ada 85 jenis, beberapa diantaranya seperti Morfin, Alfaprodina, dan lain-lain. Golongan 2 juga berpotensi tinggi menimbulkan ketergantungan.

Narkotika Golongan 3

Dan yang terakhir, narkotika golongan 3 memiliki risiko ketergantungan yang cukup ringan dan banyak dimanfaatkan untuk pengobatan serta terapi.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa jenis narkoba yang bisa didapatkan secara alami namun ada juga yang dibuat melalui proses kimia. Jika berdasarkan pada bahan pembuatnya, jenis-jenis narkotika tersebut di antaranya adalah:

Narkotika Jenis Sintetis

Jenis yang satu ini didapatkan dari proses pengolahan yang rumit. Golongan ini sering dimanfaatkan untuk keperluan pengobatan dan juga penelitian. Contoh dari narkotika yang bersifat sintetis seperti Amfetamin, Metadon, Deksamfetamin, dan sebagainya.

Narkotika Jenis Semi Sintetis

Pengolahan menggunakan bahan utama berupa narkotika alami yang kemudian diisolasi dengan cara diekstraksi atau memakai proses lainnya. Contohnya adalah Morfin, Heroin, Kodein, dan lain-lain.

Narkotika Jenis Alami

Ganja dan Koka menjadi contoh dari Narkotika yang bersifat alami dan langsung bisa digunakan melalui proses sederhana. Karena kandungannya yang masih kuat, zat tersebut tidak diperbolehkan untuk dijadikan obat. Bahaya narkoba ini sangat tinggi dan bisa menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan jika disalahgunakan. Salah satu akibat fatalnya adalah kematian.

Bahaya dan Dampak Narkoba pada Hidup dan Kesehatan

Peredaran dan dampak narkoba saat ini sudah sangat meresahkan. Mudahnya mendapat bahan berbahaya tersebut membuat penggunanya semakin meningkat. Tak kenal jenis kelamin dan usia, semua orang berisiko mengalami kecanduan jika sudah mencicipi zat berbahaya ini.

Meski ada beberapa jenis yang diperbolehkan dipakai untuk keperluan pengobatan, namun tetap saja harus mendapatkan pengawasan ketat dari dokter. Ada banyak bahaya narkoba bagi hidup dan kesehatan, di antaranya adalah:

Dehidrasi

Penyalahgunaan zat tersebut bisa menyebabkan keseimbangan elektrolit berkurang. Akibatnya badan kekurangan cairan. Jika efek ini terus terjadi, tubuh akan kejang-kejang, muncul halusinasi, perilaku lebih agresif, dan rasa sesak pada bagian dada. Jangka panjang dari dampak dehidrasi ini dapat menyebabkan kerusakan pada otak.

Halusinasi

Halusinasi menjadi salah satu efek yang sering dialami oleh pengguna narkoba seperti ganja. Tidak hanya itu saja, dalam dosis berlebih juga bisa menyebabkan muntah, mual, rasa takut yang berlebih, serta gangguan kecemasan. Apabila pemakaian berlangsung lama, bisa mengakibatkan dampak yang lebih buruk seperti gangguan mental, depresi, serta kecemasan 

Menurunnya Tingkat Kesadaran

Pemakai yang menggunakan obat-obatan tersebut dalam dosis yang berlebih, efeknya justru membuat tubuh terlalu rileks sehingga kesadaran berkurang drastis. Beberapa kasus si pemakai tidur terus dan tidak bangun-bangun. Hilangnya kesadaran tersebut membuat koordinasi tubuh terganggu, sering bingung, dan terjadi perubahan perilaku. Dampak narkoba yang cukup berisiko tinggi adalah hilangnya ingatan sehingga sulit mengenali lingkungan sekitar.

Kematian

Dampak narkoba yang paling buruk terjadi jika si pemakai menggunakan obat-obatan tersebut dalam dosis yang tinggi atau yang dikenal dengan overdosis. Pemakaian sabu-sabu, opium, dan kokain bisa menyebabkan tubuh kejang-kejang dan jika dibiarkan dapat menimbulkan kematian. Inilah akibat fatal yang harus dihadapi jika sampai kecanduan narkotika, nyawa menjadi taruhannya.

Gangguan Kualitas Hidup

Bahaya narkoba bukan hanya berdampak buruk bagi kondisi tubuh, penggunaan obat-obatan tersebut juga bisa mempengaruhi kualitas hidup misalnya susah berkonsentrasi saat bekerja, mengalami masalah keuangan, hingga harus berurusan dengan pihak kepolisian jika terbukti melanggar hukum.

CIRI-CIRI PENGGUNA NARKOBA

  • Kesulitan di sekolah, ketidaktertarikan pada kegiatan yang berhubungan dengan sekolah, dan penurunan nilai.
  • Performa kerja yang buruk, sering terlambat kerja, tampak lelah dan tidak tertarik pada tugas kerja, dan menerima ulasan kinerja yang buruk.
  • Perubahan penampilan fisik, seperti mengenakan pakaian yang tidak pantas atau kotor dan kurangnya minat untuk berdandan.
  • Perilaku yang berubah, seperti meningkatkan privasi atau lebih tertutup.
  • Perubahan drastis dalam hubungan, kesulitan membina hubungan yang baik.
  • Kurangnya energi saat melakukan aktivitas sehari-hari.
  • Menghabiskan lebih banyak uang dari biasanya atau meminta untuk meminjam uang.
  • Masalah dengan manajemen keuangan, seperti tidak membayar tagihan tepat waktu.
  • Perubahan nafsu makan, seperti penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan terkait
  • Mata merah, warna kulit buruk, dan tampak lelah atau lelah.
  • Menghindar atau defensif ketika ditanya tentang penggunaan narkoba

Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan tidak hanya oleh dokter tetapi juga terapis. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kecanduan yang dialami dan adakah efek samping yang muncul. Jika si pemakai mengalami depresi atau bahkan gangguan perilaku, maka terapis akan menyembuhkan efek tersebut baru melakukan rehabilitasi.

Detoksifikasi

Mengatasi kecanduan harus melalui beberapa tahapan dan salah satu yang cukup berat adalah detoksifikasi. Di sini pengguna harus 100% berhenti menggunakan obat-obatan berbahaya tersebut. Reaksi yang akan dirasakan cukup menyiksa mulai dari rasa mual hingga badan terasa sakit. Disamping itu pecandu akan merasa tertekan karena tidak ada asupan obat penenang yang dikonsumsi seperti biasa.

Selama proses detoksifikasi, dokter akan meringankan efek yang tidak mengenakkan tersebut dengan memberikan obat. Di samping itu, pecandu juga harus memperbanyak minum air agar tidak terkena dehidrasi serta mengkonsumsi makanan bergizi untuk memulihkan kondisi tubuh. Lamanya proses ini sangat bergantung pada tingkat kecanduan yang dialami serta tekad yang dimiliki oleh si pemakai untuk sembuh.

Stabilisasi

Setelah proses detoksifikasi berhasil dilewati, selanjutnya dokter akan menerapkan langkah stabilisasi. Tahapan ini bertujuan untuk membantu pemulihan jangka panjang dengan memberikan resep dokter. Tidak hanya itu, pemikiran tentang rencana ke depan pun diarahkan agar kesehatan mental tetap terjaga dan tidak kembali terjerumus dalam bahaya obat-obatan terlarang.

Pengelolaan Aktifitas

Jika sudah keluar dari rehabilitasi, pecandu yang sudah sembuh akan kembali ke kehidupan normal. Diperlukan pendekatan dengan orang terdekat seperti keluarga dan teman agar mengawasi aktivitas mantan pemakai. Tanpa dukungan penuh dari orang sekitar, keberhasilan dalam mengatasi kecanduan obat terlarang tidak akan lancar.

Banyak pemakai yang sudah sembuh lantas mencoba menggunakan kembali obat-obatan tersebut karena pergaulan yang salah. Karena itulah pengelolaan aktivitas sangat penting agar terhindar dari pengaruh negatif.

Rehabilitasi Medis

Rehabilitasi secara medis meliputi detoksifikasi, pemeriksaan kesehatan, penanganan efek buruk dari penyalahgunaan narkoba, psiko terapi, rawat jalan, dan lain-lain.

Rehabilitasi Sosial

Aktivitas yang dilakukan pada tahapan rehabilitasi ini meliputi seminar, konseling individu, terapi kelompok, static group, dan sebagainya.

Kegiatan Kerohanian

Tahapan ini bertujuan untuk mempertebal mental pecandu agar semakin kuat mempertahankan niat untuk sembuh dari kecanduan.

Peningkatan Kemampuan

Kegiatan di lembaga rehabilitasi juga diisi oleh aktivitas positif salah satunya adalah mengasah skill yang dimiliki oleh pecandu agar rasa tak enak karena tidak mengkonsumsi obat-obatan teralihkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW FILM OEROEG 1993

One Student One Article

Resume PKKMB Hari Ke 3